Deeptalk.co.id – Di era media sosial yang serba terhubung ini, fenomena menarik yang sering kita temui adalah perilaku accismus. Accismus merujuk pada tindakan berpura-pura tidak menginginkan perhatian atau pengakuan di platform-media sosial, padahal sebenarnya kita sangat mengharapkannya. Mengapa kita cenderung melakukannya? Mengapa kita berusaha menyembunyikan keinginan kita untuk diperhatikan? Artikel ini akan menggali alasan di balik fenomena ini, memberikan contoh-contoh yang relevan, dan memberikan wawasan tentang bagaimana kita dapat membangun keterbukaan dan autentisitas di media sosial.

Mengapa Kita Sering Berpura-pura Tidak Menginginkan Perhatian yang Sebenarnya Kita Harapkan?

Ketika kita membuka aplikasi media sosial seperti Facebook, Instagram, atau Twitter, kita sering kali mendapati diri kita terjerat dalam lingkaran permainan yang rumit. Di satu sisi, kita ingin diperhatikan oleh orang lain, mendapatkan apresiasi, dan merasa diakui. Namun, di sisi lain, kita juga ingin terlihat seolah-olah kita tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Ironisnya, kita sering berusaha menyembunyikan keinginan kita yang sebenarnya, dan bertindak seolah-olah kita tidak peduli dengan perhatian atau pengakuan tersebut.

Salah satu alasan mengapa fenomena ini terjadi adalah karena kita takut dianggap terlalu membutuhkan validasi dari orang lain. Dalam budaya yang serba kompetitif ini, kita ingin terlihat mandiri dan percaya diri. Kita ingin disegani dan dihormati tanpa terlihat terlalu “haus” akan perhatian. Kita berpikir bahwa jika kita secara terbuka mengejar perhatian, orang lain mungkin akan menganggap kita lemah atau tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup.

Selain itu, adanya kekhawatiran akan respons negatif juga menjadi faktor yang mendorong perilaku accismus. Media sosial sering kali menjadi tempat yang penuh dengan komentar negatif, kritik tajam, dan trolling. Kita takut menjadi sasaran kecaman atau bahkan pelecehan online. Oleh karena itu, kita cenderung berpura-pura tidak peduli dengan perhatian agar terhindar dari kemungkinan itu. Kita mencoba melindungi diri sendiri dengan mengurangi tingkat kerentanan yang dapat ditimbulkan oleh paparan publik.

Selain alasan-alasan yang disebutkan di atas, kita juga bisa jatuh ke dalam perangkap membandingkan diri dengan orang lain di media sosial. Ketika kita melihat postingan orang lain yang terlihat sempurna dan penuh dengan pujian, kita mungkin merasa terancam atau merasa bahwa hidup kita tidak sebaik milik mereka. Akibatnya, kita berusaha menutupi keinginan kita akan perhatian agar tidak berada dalam posisi yang merasa lebih rendah dari orang lain.

Dampak Negatif Accismus Dalam Pengguna Media Sosial

Namun, penting bagi kita untuk memahami bahwa accismus tidak selalu sehat atau produktif. Ini bisa membuat kita merasa terisolasi dan menyebabkan ketidakpuasan diri yang mendalam. Lebih baik untuk membangun keterbukaan dan autentisitas di media sosial. Jika kita menginginkan perhatian atau pengakuan, tidak ada yang salah dengan mengungkapkannya dengan jujur. Kita dapat berbagi prestasi atau momen penting dalam hidup kita, dan merayakan pencapaian bersama dengan orang-orang yang kita cintai.

Selain itu, kita juga dapat menciptakan lingkungan yang mendukung satu sama lain di media sosial. Kita dapat memberikan dukungan dan apresiasi kepada teman-teman kita ketika mereka mencapai sesuatu yang penting bagi mereka. Dengan begitu, kita membangun ikatan yang kuat dan saling mendukung, tanpa perlu berpura-pura tidak memerlukan perhatian.

Perlu Di Ingat! Media Sosial Tidak Selalu Benar

Untuk mengatasi ketakutan akan respons negatif, kita perlu mengingat bahwa media sosial tidak selalu mencerminkan kebenaran yang sebenarnya. Banyak orang cenderung memamerkan sisi terbaik dari hidup mereka, sedangkan hal-hal yang negatif atau tantangan sering kali disembunyikan. Oleh karena itu, tidak perlu terlalu terpengaruh oleh apa yang kita lihat di media sosial. Kita harus memprioritaskan kesehatan mental dan emosional kita, serta mengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu terlihat di layar ponsel kita.

Setelah kita membahas Panjang lebar tentang fenomena accismus di media sosial. Maka kamu telah memahami bahwa accismus di media soaial merupakan tindakan berpura-pura tidak menginginkan perhatian atau pengakuan. Namun, padahal sebenarnya kita mengharapkannya. Hal ini terjadi karena takut dianggap membutuhkan validasi dari orang lain. Kamu merasa khawatir aka ada respons negative kepada dirimu dari orang lain. Selain itu, kamu mungkin akan jatuh ke dalam perangkap membandingkan diri dengan orang lain. Namun, akan lebih baik untuk membangun keterbukaan dan selalu berpikir kritis pada isi konten di media sosial. Kamu juga bisa menciptakan lingkungan yang saling mendukung. Jika kita menginginkan perhatian, maka tidak ada yang salah untuk mengungkapkannya dengan jujur. Yang terpenting, kita harus menjaga kesehatan mental dan emosional kita dalam menggunakan media sosial. Jadi bijaklah dalam menggunakan media sosial. Teknologi saat ini yang semakin berkembang, harus bisa kamu manfaatkan untuk memudahkan kamu dalam beraktivitas.

Baca juga : Dampak Eccedentesiast pada Kesehatan Mental.
Denounce with righteous indignation and dislike men who are beguiled and demoralized by the charms pleasure moment so blinded desire that they cannot foresee the pain and trouble.
0

No products in the cart.