Deeptalk.co.id – Sakit baik secara mental maupun fisik, pada umumnya merupakan kondisi yang selalu dihindari. Bagaimana tidak, sakit sering kali mengganggu ruang gerak, serta tidak nyaman untuk tubuh dan berkegiatan sehari-hari. Namun tahukah kamu, beberapa orang justru berpura-pura sakit dengan alasan tertentu.

Pada dasarnya, hampir setiap orang pernah berpura-pura sakit. Entah itu karena menghindari kelas, tidak ingin bertemu orang, atau hanya sekedar ingin beristirahat. Hal-hal semacam itu sebenarnya wajar-wajar saja. Namun jika berpura-pura sakit sudah menjadi kebiasaan, maka bisa jadi itu tanda adanya gangguan mental tersebut. Gangguan mental yang berhubungan dengan tindakan berpura-pura sakit ini biasa dikenal dengan istilah factitious disorder.

Lalu, seperti apa sebenarnya kondisi factitious disorder itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, artikel kali ini akan secara khusus membahas mengenai kondisi factitious disorder. Namun sebelum kita masuk pada topik pembahasannya, perlu diketahui bahwa artikel ini dibuat sebagai bahan edukasi, dan tidak untuk dijadikan patokan self diagnosis. Jika kamu atau orang sekitar mengalami beberapa kondisi seperti yang dipaparkan dalam artikel ini, maka jangan ragu untuk berkonsultasi dan lakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan psikolog atau psikiater. Dengan begitu kamu akan mendapatkan diagnosis, serta penanganan yang tepat.

Berikut pembahasan mengenai factitious disorder.

Pengertian Factitious Disorder

Pengertian Factitious Disorder (Freepik)

Factitious disorder adalah gangguan mental yang ditandai dengan upaya untuk berpura-pura sakit, atau melebih-lebihkan penyakit yang diderita, untuk mendapatkan simpati dan perhatian dari orang lain atau lingkungannya.

Sekilas kondisi ini memang tidak bagi memberikan dampak negatif. Namun pada kenyataannya, factitious disorder merupakan kondisi serius, dan termasuk upaya untuk menipu orang lain. Bahkan seseorang dengan kondisi factitious disorder dalam skala berat rela menjalankan serangkaian prosedur medis untuk bisa membuktikan penyakit yang pada dasarnya tidak ada.

Kondisi factitious disorder seringkali disamakan dengan malingering. Meski keduanya sama-sama melakukan upaya untuk berpura-pura sakit, namun pada dasarnya baik factitious disorder maupun malingering memiliki perbedaan yang cukup jelas. Perbedaan dari keduanya dapat dilihat dari tujuan utama mereka. Penderita factitious disorder memiliki tujuan untuk mendapatkan perhatian dan simpati dari orang lain. Berbeda dengan penderita malingering yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Misalnya terbebas dari tugas, penyalahgunaan obat-obatan, atau bahkan keuntungan secara materi.

Maka dari itu walaupun terkesan sepele, bukan berarti kondisi factitious disorder ini bisa dibiarkan begitu saja. Selain itu, kondisi factitious disorder juga terbagi kedalam dua jenis, yaitu:

Factitious disorder imposed on self

Jenis factitious disorder pertama adalah factitious disorder imposed on self atau dikenal juga dengan istilah sindrom munchausen. Factitious disorder imposed on self sendiri adalah kondisi dimana seseorang secara pribadi memalsukan kondisi kesehatannya.

Factitious disorder imposed on another

Jenis factitious disorder kedua adalah factitious disorder imposed on another atau dikenal juga dengan istilah munchausen syndrome by proxy. Factitious disorder imposed on another adalah kondisi dimana seseorang memalsukan kondisi kesehatan orang lain, atau dengan sengaja membuat seseorang mengalami gangguan kesehatan tertentu, dengan tujuan penipuan. Kondisi yang satu ini umumnya dialami oleh orang tua atau pengasuh kepada anak yang diasuhnya.

Baca juga : Ini Dia Dampak Jika Kamu Terlalu Perfeksionis

Penyebab Factitious Disorder

Penyebab Factitious Disorder (Freepik)

Kondisi factitious disorder pada umumnya dialami oleh wanita dengan rentan usia 20-40 tahun. Sayangnya, penyebab utama dari kondisi factitious disorder itu sendiri belum diketahui hingga saat ini. Hal inilah yang pada akhirnya membuat kita kesulitan untuk mengantisipasi adanya kondisi tersebut. Meski demikian, beberapa ahli sependapat bahwa kondisi factitious disorder ini bisa dipicu oleh beberapa faktor, yaitu:

Pola asuh orang tua

Pola asuh orang tua memang sedikit banyak mempengaruhi kondisi mental anak. Sayangnya beberapa jenis pola asuh justru membawa anak dalam kondisi gangguan mental tertentu. Salah satunya kondisi factitious disorder. Dimana kasus factitious disorder umumnya terjadi pada seseorang dengan riwayat pola asuh yang cenderung mendapatkan pengabaian dari orang tuanya di masa kecilnya.

Penyakit kronis pada masa kanak-kanak

Seseorang yang memiliki riwayat penyakit kronis juga beresiko mengalami factitious disorder. Pasalnya, mereka sudah terbiasa mendapatkan perhatian lebih karena penyakit yang mereka alami. Pada akhirnya, beberapa dari mereka sudah merasa nyaman akan hal tersebut. Maka walau sembuh sekalipun, mereka cenderung akan tetap berpura-pura sakit, agar tidak kehilangan perhatian yang mereka dapatkan.

Gangguan mental

Seseorang dengan gangguan mental tertentu juga beresiko mengalami kondisi factitious disorder. Khususnya pada beberapa gangguan kepribadian. Adapun gangguan kepribadian yang dimaksud bisa berupa gangguan kepribadian antisosial, gangguan kepribadian narsistik, atau borderline personality disorder.

Itu dia sekilas penjelasan mengenai kondisi factitious disorder. Pada dasarnya kondisi factitious disorder bukanlah hal yang bisa diabaikan begitu saja. Maka dari itu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater mengenai kondisi tersebut.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

Baca juga : Manfaat dan Ciri-Ciri Individu Dengan Empati Tinggi

Denounce with righteous indignation and dislike men who are beguiled and demoralized by the charms pleasure moment so blinded desire that they cannot foresee the pain and trouble.
0

No products in the cart.