Deeptalk.co.id – Empati berasal dari kata Emphatiea yang memiliki arti ikut merasakan. Jika diartikan secara lebih detail, empati merupakan kemampuan seseorang untuk turut merasakan, mengerti, atau memahami kondisi dan perasaan orang lain.
Kemampuan memahami kondisi orang lain akan sangat bermanfaat bagi setiap individu. Dengan adanya empati, seseorang akan memiliki dorongan untuk membantu orang lain sebagai bentuk dari empati itu sendiri. Dengan demikian, akan terbentuk pribadi yang baik dan juga bijaksana.
Sangat banyak manfaat dari memiliki empati. Bahkan seorang penulis bernama Asti Musman menyatakan bahwa empati merupakan pembeda antara manusia dengan binatang. Dengan demikian, kepemilikan empati pada masing-masing individu merupakan hal yang penting.
Empati sendiri bukanlah sifat bawaan dari lahir. Dengan demikian, empati bisa dilatih dan dikembangkan dengan teknik-teknik tertentu. Selain itu, tanpa kita sadari empati sudah berkembang di dalam diri individu, bahkan sejak bayi sekalipun. Maka dari itu, artikel kali ini akan secara khusus membahas mengenai perkembangan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya empati.
Sebelum kita masuk pada topik pembahasan utamanya, perlu diketahui bahwa artikel ini dibuat sebagai bahan edukasi. Jika kamu membutuhkan informasi mengenai cara melatih empati, maka jangan ragu untuk diskusi dan berkonsultasi dengan orang-orang yang ahli pada bidang tersebut. Misalnya dengan berkonsultasi dengan psikolog.
Perkembangan Empati
Sebagai orang tua, sudah sepantasnya kita memastikan anak melalui setiap fase perkembangannya dengan baik. Salah satu yang bisa dipantau perkembangannya adalah empati pada anak. Perkembangan empati sendiri bisa dipantau bahkan sejak anak masih bayi.
Berikut beberapa perkembangan empati yang penting untuk diperhatikan:
Empati emosi
Kita tentu pernah menyaksikan bayi ikutan menangis, saat mendengar bayi lainnya menangis. Tanpa kita sadari, kondisi itu merupakan perkembangan empati, khususnya empati emosi. Dimana hal tersebut biasanya terjadi pada bayi dengan usia 0-1 tahun. Kondisi diberi istilah empati global oleh Hoffman. Empati global maksudnya adalah kondisi dimana seseorang tidak bisa membedakan antara diri sendiri dengan dunianya.
Empati egosentrik
Setelah melewati empati emosi, anak akan memasuki empati egosentrik. Kondisi ini biasanya berlangsung saat usia balita, yaitu di bawah usia lima tahun. Empati egosentrik sendiri adalah kondisi dimana anak sudah bisa membedakan antara kondisi yang dirasakan, dengan kondisi orang lain. Walaupun pada usia tersebut perkembangan kognitif belum sepenuhnya membuat anak mengerti akan emosi yang ada, namun seharusnya secara naluri mereka tahu mana yang baik dan tidak baik untuk merespon masing-masing emosi.
Baca juga : Empati : Kesadaran Mental yang Membuat Seseorang Mampu Merasakan Perasaan Orang Lain
Empati kognitif
Perkembangan empati selanjutnya adalah empati kognitif. Pada perkembangan kali ini anak sudah mulai bisa memandang dari perspektif orang lain. Empati kognitif sendiri akan dimulai sejak usia 6 tahun.
Empati abstrak
Selanjutnya adalah empati abstrak yang berlangsung pada usia 10-12 tahun. Pada perkembangan empati ini, anak tidak hanya menunjukan empati terhadap individu yang ditemuinya, melainkan juga kepada sekelompok orang yang pernah ditemuinya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Empati
Pada dasarnya terdapat banyak sekali faktor yang mempengaruhi terbentuknya empati dalam diri seseorang. Namun secara garis besar, berikut beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya empati:
Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua memang cukup mempengaruhi kondisi psikologis anak. Pasalnya terdapat banyak sekali fase perkembangan yang berlangsung pada masa kanak-kanak. Selain itu, masa kanak-kanak merupakan masa dimana orang tua menjadi guru pertama yang mengajarkannya mengenai banyak hal. Salah satu yang ditanamkan dalam diri anak adalah nilai-nilai empati yang penting untuk anak pahami.
Usia dan derajat kematangan
Usia dan derajat kematangan juga menjadi faktor yang mempengaruhi terbentuknya empati. Dimana seperti yang kita ketahui, semakin tua usia seseorang, maka semakin tinggi pula empatinya. Begitu juga dengan derajat kematangan.
Sosialisasi
Manusia sebagai makhluk sosial sudah sepantasnya melakukan sosialisasi dengan orang disekitarnya. Kabar baiknya, sosialisasi juga bisa menjadi salah satu faktor terbentuknya empati. Banyak bersosialisasi artinya banyak berjumpa dengan banyak orang. Hal tersebut bisa membantu individu untuk mengerti kondisi dan perasaan masing-masing individu.
Perkembangan kognitif
Faktor selanjutnya yang bisa mempengaruhi terbentuknya empati adalah perkembangan kognitif seseorang, khususnya kemampuan berpikir tentang orang lain. Seperti yang kita ketahui bahwa empati merupakan kemampuan memahami dan merasakan kondisi serta perasaan orang lain. Dengan demikian sudah cukup jelas bahwa didalamnya terdapat kontribusi dari perkembangan kognitif itu sendiri. Perkembangan kognitif inilah yang membantu individu dalam melihat sesuatu dengan sudut pandang orang lain.
Itu dia penjelasan mengenai perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya empati dalam diri masing-masing individu. Dapat disimpulkan bahwa empati pada dasarnya bukan sifat bawaan dari lahir, namun juga bisa dikembangkan dengan memperhatikan setiap proses perkembangan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat.
Baca juga : Tips Melatih Empati Pada Anak